Pertama Kali Membaca Puisi di Kelompok Puisi
Mahir Menyair: 7 hal yang layak dibagikan minggu ini
Setelah merasa “lelah” di beberapa terbitan jurnal MAHIR MENYAIR sebelumnya, minggu ini saya merasa senang dan lebih bersemangat lagi berlatih menulis puisi. Sebab, untuk pertama kalinya, saya memberanikan diri hadir langsung di salah satu komunitas baca puisi, @kelompokpuisi_kp, pada Rabu kemarin di Conpanna Kaffe (15-11-2023).
Tidak hanya hadir, saya juga berkesempatan untuk membaca tiga judul puisi di hadapan kawan-kawan komunitas. Dua judul di antaranya, “Kuatrin Luka Burung Bapak” dan “Ketika Bapak Melaut di Hati Ibu”. Satu judul masih dirahasiakan, karena belum pernah dipublikasikan secara daring.
Malam itu, akhirnya, saya bertemu langsung dengan penggagasnya, Mas Danriz—setelah perkenalan dan sedikit obrolan di Instagram. Sehabis acara, kami melanjutkan percakapan dan berbagi cerita perihal jalan puisi yang kami pilih dan tempuh dengan hati-hati.
Semoga hari-hari kawan-kawan semuanya menyenangkan. Selamat menikmati jurnal MAHIR MENYAIR terbitan kedelapan. Terus berlatih dan berkarya dari hati.
Berikut 7 hal yang menurut saya layak dibagikan minggu ini:
“Menulis sastra puisi, bagi saya juga merupakan ibadah. Karena banyak puisi saya yang bicara soal tentang kebenaran nyata yang ada di dunia ini.” —Aming Aminoedhin
“Dalam metafora – sebagai mana bahasa kias lain – ada sasaran/tujuan (tenor) dan wahana/sarana (vehicle). Yang pertama adalah apa yang hendak dijelaskan yang kedua apa yang dipakai untuk menjelaskan itu.” —Hasan Aspahani
“Kalau ada cara estetik beribadah tanpa merusak niat beritibak pada jalan yang diridai-Nya, barangkali berkarya adalah pilihannya. Sebab, berkarya itu adalah menghadirkan sesuatu di hadapan manusia dengan berharap dampak kebaikan dapat menolongnya di hadapan Tuhannya.” —Agoy Tama
“Puisi dan sastra pada umumnya masalah bahasa ya, masalah bagaimana sastrawan itu menggunakan bahasa. Kalau bahasanya baru, dia mendobrak, bukan puisinya, tapi bahasanya.” —Sapardi Djoko Damono
“Derai-Derai Cemara kan indah sekali sajaknya, sangat tenang dan tidak menunjukkan Chairil yang biasanya disebut kebanyakan bertingkah ‘binatang jalang’ atau pemberontak. Sama sekali berbeda.” —Sapardi Djoko Damono
Buku puisi: “Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: / ingin bisa sampai di rumah saat masih senja supaya saya / dan senja sempat minum teh di depan jendela.” —Kekasihku, Joko Pinurbo
Nasihat penyair: “Tugas penyair adalah menyeimbangkan pelibatan dua hal itu: pikiran dan perasaan, permenungan dan keterharuan. Kata yang dipilih, ungkapan yang diciptakan, kiasan atau perbandingan yang dihadirkan, harus jalin menjalin, saling menjaga, memberi ruang, mengutuhkan seluruh unsur persajakan yang dipilih untuk diberdayakan dalam puisi kita.” —Hasan Aspahani
Terima kasih sudah membaca! Buletin ini adalah publikasi buatan tangan dan sepenuhnya didukung oleh pembaca. Kami berusaha agar buletin ini terbit setiap hari Jumat—dan kamu dapat membantu mempertahankannya dengan menjadi pelanggan berbayar, meneruskan buletin kepada kawan, atau bahkan cukup mengeklik tombol “suka” di bawah.
Oh, ya. Jika kamu ingin mendukung kerja kreatif kami, silakan membeli buku-buku dan produk digital original di @kerjarasa (Bayar sesukamu khusus bulan November 2023). Kami juga mengelola agensi kreatif bernama @perajinkatacom yang siap bantu kamu menyelesaikan segala macam permasalahan penulisan kreatif, sastra, dan media sosial, bahkan identitas jenama (brand identity).
Dapatkan kiat praktis memahami + menulis puisi di @mahirmenyair. Monetisasi puisimu dan tingkatkan pendapatan pasif serta pendapatan aset digitalmu bersama penerbit digital @ruangrasaproject.
Tabik!
AGOY TAMA
Penyair Digital, Founder Ruangrasa Project